05 April 2019

Jembatan keledai (ezelsbruggetje)

Madilog adalah salah satu buku yang baru dan sedang saya baca. Awalnya saya pikir ini buku biografi dari salah satu pahlawan tak bertanda jasa — dalam artian yang sebenarnya — bernama Tan Malaka. Muasal timbul asumsi itu ya sederhana saja, covernya full muka beliau. Tapi ternyata setelah saya baca, bisa saya katakan buku ini bukan buku biografi, kalau saya boleh sadur bahasa medisnya, buku ini merupakan buku ensefalografi. Buku rekam otak dari seorang pelarian tahanan politik pada masanya. Kepada pembaca yang tidak mengenal Tan dari berbagai peran, saya sarankan untuk membaca buku yang lain, bukan buku ini (meskipun saat anda cari, anda akan menemukan berbagai macam versi, yang membingungkan tentunya). [TanMalaka; Sebuah biografi lengkap, karya Masykur arif rahman]

Kembali lagi, kenapa saya pakai istilah ensefalografi, karena buku ini banyak memuat rekam pemikiran yang ada dalam kepala seorang Tan, yang kemudian sebisa mungkin dihidangkan dengan rupa kumpulan premis dan kutipan dari nama-nama pemikir penting dan terkenal di dunia. Sebagian besarnya merupakan filsuf dan scientist, kemudian sebagian yang lain merupakan penyair dan ekonom. Jika anda baca muqaddimahnya, anda akan menemukan bahwa buku ini (oleh Tan) sebisa mungkin di tulis dengan ilmiah, yang semua pernyataannya didasarkan pada hukum, postulat, teori, hipotesa yang sah. Ringkasnya, Tan ingin menulis buku ini dengan pustaka yang jelas dan terstruktur. Namun, kondisi waktu itu tidak memungkinkan untuk dirinya membawa semua pustaka terutama buku, saat ia berkelana antarbenua-antarnegara, tanpa visa, tanpa paspor, dan menjadi warga negara asing. Begitupun dalam pelarian, dalam ketegangan dan kecurigaan tentara-tentara jepang akan kemungkinan-kemungkinan pembelot dari pribumi.

Maka tulisan ini sampai pada intinya, ezelsbruggetje atau dapat disebut jembatan keledai, merupakan jalan keluar dari masalah itu. Semua saduran dan sitiran di otak nya, adalah pustaka yang sangat rentan hilang dan terlupakan. Tan pernah mengungkapkan, “Boekankah pelarian politik mesti ringan bebannya? maka menghafal boekoe haroeslah cepat dan moedah diingat”. Tan mencoba memberikan contoh seperti apa jembatan keledai yang ia maksud. Misalkan AFIAGUMMI, satu kata yang memang tidak ada maknanya, karena itu merupakan singkatan dari A untuk armanent, F untuk Finance, dst.

Ingatan saya langsung kembali pada waktu dulu semasa sma. Saya menggunakan salah satu penyedia jasa bimbingan belajar nasional, yang gedungnya berwarna merah dan kuning (bukan fastfood tapi hiya hiya hiya). Salah satu kiat belajar yang tawarkan adalah sebuah metode, yang sangat mengandalkan hafalan dan jembatan-jembatan keledai yang dibentuk singkat, walaupun kadang maksa, agar mudah dibaca dan diingat, tapi mungkin tidak untuk dipahami. Saya berikan contoh :

Ekor Ente Persis Paha Kambing Si Emi

sebagai jembatan keledai untuk mengingat

Epidermis — Korteks — Endodermis — Perisikel — Phloem — Kambium — xylem (Silem) — Empulur

sepintas, penggunaan metode yang menjembatani keledai ini terlihat efektif, mudah dibaca, dan dihafalkan. Dan tujuan dari metode ini adalah memfasilitasi hal itu. Jika dibandingkan dengan kondisi Tan pada waktu itu, agaknya memang hampir mirip situasinya. Situasi mendesak yang mengharuskan keduanya menghafal dalam waktu cepat, singkat, dan mudah. Tan ditekan tentara-tentara jepang, dan dituntut petugas imigrasi, sedang murid-murid sma ditekan nilai UN yang harus bagus dan dituntut menjaga nama baik keluarga.

Namun, ada kalanya jembatan keledai ini kita temui lubang-lubangnya. Kelemahan metode ini ada pada memori penggunanya, kemampuan otak menerjemahkan kata-kata ke informasi yang sesungguhnya. Contohnya, tidak semua orang bisa menerjemahkan Ekor menjadi Epidermis dan Korteks. Tidak semua orang bisa menerjemahkan Paha menjadi Phloem. Singkatnya, jembatan keledai ini bukan sebenarnya bukan untuk keledai, jembatan ini hannya bisa dilewati oleh orang yang lebih pintar dari keledai, karena jembatan seperti ini, hanya akan membuat keledai-keledai yang menyeberang, jatuh pada lubang yang sama.
Jadi, apakah ezelsbruggetje sepadan dengan jembatan keledai?

https://cdn-images-1.medium.com/max/800/0*PIq430IkcidtDdyg.jpg
yprindonesia.wordpress.com