Madilog adalah salah satu buku
yang baru dan sedang saya baca. Awalnya saya pikir ini buku biografi dari salah
satu pahlawan tak bertanda jasa — dalam artian yang sebenarnya — bernama Tan
Malaka. Muasal timbul asumsi itu ya sederhana saja, covernya full muka beliau.
Tapi ternyata setelah saya baca, bisa saya katakan buku ini bukan buku
biografi, kalau saya boleh sadur bahasa medisnya, buku ini merupakan buku
ensefalografi. Buku rekam otak dari seorang pelarian tahanan politik pada
masanya. Kepada pembaca yang tidak mengenal Tan dari berbagai peran, saya
sarankan untuk membaca buku yang lain, bukan buku ini (meskipun saat anda cari,
anda akan menemukan berbagai macam versi, yang membingungkan tentunya). [TanMalaka; Sebuah biografi lengkap, karya Masykur arif rahman]
Kembali lagi, kenapa saya pakai istilah
ensefalografi, karena buku ini banyak memuat rekam pemikiran yang ada dalam
kepala seorang Tan, yang kemudian sebisa mungkin dihidangkan dengan rupa
kumpulan premis dan kutipan dari nama-nama pemikir penting dan terkenal di
dunia. Sebagian besarnya merupakan filsuf dan scientist, kemudian sebagian yang
lain merupakan penyair dan ekonom. Jika anda baca muqaddimahnya, anda akan
menemukan bahwa buku ini (oleh Tan) sebisa mungkin di tulis dengan ilmiah, yang
semua pernyataannya didasarkan pada hukum, postulat, teori, hipotesa yang sah.
Ringkasnya, Tan ingin menulis buku ini dengan pustaka yang jelas dan
terstruktur. Namun, kondisi waktu itu tidak memungkinkan untuk dirinya membawa
semua pustaka terutama buku, saat ia berkelana antarbenua-antarnegara, tanpa
visa, tanpa paspor, dan menjadi warga negara asing. Begitupun dalam pelarian,
dalam ketegangan dan kecurigaan tentara-tentara jepang akan
kemungkinan-kemungkinan pembelot dari pribumi.
Maka tulisan ini sampai pada intinya, ezelsbruggetje
atau dapat disebut jembatan keledai, merupakan jalan keluar dari masalah
itu. Semua saduran dan sitiran di otak nya, adalah pustaka yang sangat rentan
hilang dan terlupakan. Tan pernah mengungkapkan, “Boekankah pelarian politik
mesti ringan bebannya? maka menghafal boekoe haroeslah cepat dan moedah
diingat”. Tan mencoba memberikan contoh seperti apa jembatan keledai yang ia
maksud. Misalkan AFIAGUMMI, satu kata yang memang tidak ada maknanya,
karena itu merupakan singkatan dari A untuk armanent, F untuk
Finance, dst.
Ingatan saya langsung kembali pada
waktu dulu semasa sma. Saya menggunakan salah satu penyedia jasa bimbingan
belajar nasional, yang gedungnya berwarna merah dan kuning (bukan fastfood
tapi hiya hiya hiya). Salah satu kiat belajar yang tawarkan adalah sebuah
metode, yang sangat mengandalkan hafalan dan jembatan-jembatan keledai yang
dibentuk singkat, walaupun kadang maksa, agar mudah dibaca dan diingat, tapi
mungkin tidak untuk dipahami. Saya berikan contoh :
Ekor Ente Persis Paha Kambing
Si Emi
sebagai jembatan keledai untuk
mengingat
Epidermis — Korteks — Endodermis — Perisikel — Phloem — Kambium — xylem
(Silem) — Empulur
sepintas, penggunaan metode yang menjembatani
keledai ini terlihat efektif, mudah dibaca, dan dihafalkan. Dan tujuan dari
metode ini adalah memfasilitasi hal itu. Jika dibandingkan dengan kondisi Tan
pada waktu itu, agaknya memang hampir mirip situasinya. Situasi mendesak yang
mengharuskan keduanya menghafal dalam waktu cepat, singkat, dan mudah. Tan
ditekan tentara-tentara jepang, dan dituntut petugas imigrasi, sedang
murid-murid sma ditekan nilai UN yang harus bagus dan dituntut menjaga nama
baik keluarga.
Namun, ada kalanya jembatan keledai ini
kita temui lubang-lubangnya. Kelemahan metode ini ada pada memori penggunanya,
kemampuan otak menerjemahkan kata-kata ke informasi yang sesungguhnya.
Contohnya, tidak semua orang bisa menerjemahkan Ekor menjadi Epidermis
dan Korteks. Tidak semua orang bisa menerjemahkan Paha menjadi Phloem.
Singkatnya, jembatan keledai ini bukan sebenarnya bukan untuk keledai, jembatan
ini hannya bisa dilewati oleh orang yang lebih pintar dari keledai, karena
jembatan seperti ini, hanya akan membuat keledai-keledai yang menyeberang,
jatuh pada lubang yang sama.
Jadi, apakah ezelsbruggetje
sepadan dengan jembatan keledai?

yprindonesia.wordpress.com